Hitmaker Studios secara konstan membuat film-film horror berdasarkan
legenda urban sejak tahun 2012. Ada Rumah Kentang, 308 Samudera Hotel, Mall
Klender, dan yang terbaru: Rumah Gurita. Formulanya hampir selalu sama,
sutradaranya sama, pemain utama wanitanya sama, dan yang terpenting, film-film horror
Hitmaker Studios memiliki ciri khas. Hitmaker Sutdios memberikan atmosfir
horror yang sudah jarang ditemui di film-film horror Indonesia belakangan;
dengan penampakan hantu yang jarang, visual yang cantik, dan kadar horror yang
tepat. Walau ceritanya tidak pernah istimewa, pun penampilan
Shandy Aulia, tapi Hitmaker Studios nampaknya sudah memiliki fanbase di bioskop
(salah satunya gue), terbukti dari jumlah penonton yang selalu mencapai angka
fantastis di semua filmnya.
Hal yang sama terjadi pada Rumah Gurita. Memasuki minggu ke-3nya,
Rumah Gurita masih berdiri kokoh di jejeran film-film yang sedang diputar di
bioskop. Belum lagi jumlah penontonnya yang sudah menembus 250 ribu penonton.
Tapi sebagai penggemar film-film horror dari Hitmaker Studios, gue betul-betul
kecewa sama Rumah Gurita. Buat gue, Rumah Gurita adalah film terbodoh dari
Hitmaker, seolah-olah Hitmaker mau mulai berubah jalur, ngga menetap pada jalan yang sudah dibangunnya dari awal: pure horror. Di Rumah Gurita, Hitmaker
menambahkan satu elemen yang berlebihan dan tidak perlu sama sekali. Elemen apa
kah itu? Baca di bawah nanti.
[SPOILER ALERT]
Adegan pembuka sudah membuat sakit mata. Warna layar jadi oranye
sekali. Tidak berapa lama kemudian muncul tulisan “Jakarta, 1962”. Gue berpikir,
“ohh mungkin ini untuk menggambarkan perbedaan masa itu dan masa kini kali ya,
karena akan ada dua zaman yang berbeda.” Tapi ternyata, sampai credit title
muncul, tahunnya hanya tahun 1962 saja – yang kemudian membuat gue
bertanya-tanya, buat apa diwarnain sampe oren banget gitu kalo dari set dan
kostum aja ngga ada yang matching dengan tahun 1960an? Rumahnya megah sekali,
rasa-rasanya pada masa itu tren rumah belum seperti itu deh. Terus Shandy Aulia
tetap cantik dan modern seperti biasanya, membuat Boy William jadi terlihat
bodoh menggunakan topi pelukis dan baju ber-I don’t know what it’s called, tapi
yang model Leonardo diCaprio di Titanic gitu.
Selina (Shandy Aulia), seorang gadis malang yang orangtuanya sudah
meninggal dan hidupnya bergantung pada kakak iparnya, ternyata punya indera ke-6. Ia
sering diganggu oleh makhluk-makhluk halus, sehingga ia sering ketakutan
seperti orang gila, yang mengakibatkan ia tidak memiliki teman. Karena cadangan
uang semakin menipis, kakak ipar dan suaminya (Kemal Pahlevi yang sok lucu itu) “mengusir”
Selina ke Bandung, kembali ke rumah orangtuanya. Ternyata oh ternyata, rumah
orangtuanya sungguh besar adanya. Tapi.. Auranya ngga enak, dan Selina tidak
suka tinggal di situ. Yaiyalah, di atepnya ada gurita segede-gede gaban. Siapa yang
ngeliat juga serem keleuss..
Tapi kakak iparnya yang jahat tetap memaksa Selina untuk tinggal di
sana, dan dimulailah mimpi buruk Selina, sekaligus perjalanannya menemukan
cinta sejatinya.
Setibanya di rumah tersebut, ia berkenalan dengan Tetanggaku Pelukis Ganteng, Rio (Boy William) namanya. Mereka sama-sama naksir, tapi Rio lebih berani untuk maju, sementara Selina takut diberi harapan palsu. Malam pertama Selina di sana, lagi tidur dia digrepe-grepe, lagi mandi dia diintip, dan lagi anteng-anteng dia ditakut-takutin – khas film horror Indonesia kebanyakkan (yang mana sebelumnya tidak diikuti Hitmaker). Selina tidak tau apa penyebabnya, dan dia tidak berani ngomong ke siapa-siapa, pun kepada Boy yang katanya percaya padanya. She kept her calm and chose to stay there walaupun gangguannya makin gengges.
Setibanya di rumah tersebut, ia berkenalan dengan Tetanggaku Pelukis Ganteng, Rio (Boy William) namanya. Mereka sama-sama naksir, tapi Rio lebih berani untuk maju, sementara Selina takut diberi harapan palsu. Malam pertama Selina di sana, lagi tidur dia digrepe-grepe, lagi mandi dia diintip, dan lagi anteng-anteng dia ditakut-takutin – khas film horror Indonesia kebanyakkan (yang mana sebelumnya tidak diikuti Hitmaker). Selina tidak tau apa penyebabnya, dan dia tidak berani ngomong ke siapa-siapa, pun kepada Boy yang katanya percaya padanya. She kept her calm and chose to stay there walaupun gangguannya makin gengges.
Lagi seru-serunya diganggu setan-entah-apa di rumah itu, kakak ipar
Selina mulai mendesak agar rumah tersebut segera dijual. Tapi Selina bersikeras
meminta tambahan waktu karena ia merasa ada yang aneh dengan rumah itu, dan ia
harus membereskannya terlebih dahulu, agar pemilik berikutnya tidak celaka. Tapi
entah karena Selina masih bingung akan apa yang dihadapinya atau Selina purely
malas, “pemberesan” yang ia janjikan pada kakak iparnya tak kunjung terwujud. Tiap
hari kerjanya hanya tidur, masak, dan ketakutan karena diganggu setan. Sampe sebel
gue, kapan mau diberesinnya wuoyyy.
Akhirnya tibalah waktunya di mana Selina tak tahan lagi, dan ia
memutuskan untuk bercerita kepada Rio. Secara mengejutkan, ternyata Rio mendengarkan cerita Selina dengan
tenang, dan diakhiri dengan jawaban, “saya juga sama seperti kamu, Selina.”
Jeng jeng.
Rio lalu memutuskan untuk membantu Selina “membersihkan” rumahnya, dan tak
lupa menyiapkan kejutan super romantis untuk Selina. Untuk sejenak, mereka pun
lupa pada fakta menyeramkan di rumah tersebut. Sampai akhirnya mereka
disadarkan oleh lukisan mata batin Selina yang ternyata adalah seorang jin (dan
Jun)! Jeng jeng!
Secara ajaib, Selina tiba-tiba jadi pintar. Ia jadi tau gimana caranya
untuk mengusir jin tersebut, yaitu dengan menguncinya di dalam botol (jeng
jeng). Dia kemudian merapalkan mantra “Atas kuasa yang lebih besar, kuminta kau untuk tidak menginjak bumi. Masuklah ke dalam botol ini. Menyerahlah, menyerahlah.”
Dan jinnya pun akhirnya masuk ke dalam botol, dan masalah selesai.
Eits, tapi filmnya belum selesai.
Seperti yang gue bilang di atas tadi, ternyata Rumah Gurita bukan cuma
cerita horror. Hitmaker menambahkan satu unsur baru yang belum pernah ia
lakukan sebelumnya (ya pernah sih di Mall Klender dan 308, tapi ngga sebanyak di
sini). Hitmaker menambahkan unsur romance! Di akhir film, Rio dan Selina yang
sudah hidup tenang berjalan bahagia berdampingan, di mana Selina tiba-tiba jadi
sok bijak dan berkata, “saya percaya tiap orang akan bertemu jodohnya
masing-masing, hanya tinggal menunggu waktu yang tepat saja. Kalau saya, sudah
bertemu kamu.” Lalu mereka cipokan, sodara-sodara. Cipokan lamaaaaaa banget. Cipokan
yang lamanya mungkin menyaingi lama adegan dia nangkep jinnya.
Zzzz. Zzzz. Zzzz.
Hitmaker, please don’t do that again. Please?
Ngakak
BalasHapus