Wawancara eksklusif: Lukman Sardi – 7 Hari 24 Jam

Pic credit: Lukman Sardi's Path
Siapa yang tak kenal Lukman Sardi? Namanya telah menghiasai blantika perfilman Indonesia sejak ia masih berusia 7 tahun, dan kembali meramaikan layar lebar sejak tahun 2005. Sejak saat itu, Lukman Sardi bukan hanya menjadi salah satu aktor Indonesia dengan filmografi terbanyak, tapi juga salah satu aktor terbaik yang dimiliki Indonesia.

Kemampuannya menghidupkan karakter yang dimainkannya merupakan salah satu kehebatan Lukman Sardi. Beragam peran telah diperankannya, beragam genre film telah dimainkannya, dan beragam penghargaan telah dimenangkannya. Kini, ia siap kembali ke layar lebar lewat film terbarunya, 7 Hari 24 Jam, di mana kali ini ia beradu akting dengan Dian Sastrowardoyo

Film 7 Hari 24 Jam bercerita tentang hubungan sepasang suami istri yang super sibuk. Mereka sudah menikah selama 7 tahun dan terlihat baik-baik saja dari luar, tapi keduanya bahkan tidak menyadari seberapa "jauh" mereka sebenarnya, sampai mereka berada di satu kamar yang sama di sebuah rumah sakit, di mana mereka dirawat selama 7 hari 24 jam.

Mau tahu seperti apa perannya dan lebih lanjut tentang film 7 Hari 24 Jam? Simak wawancara eksklusif Ngobrolin Film bersama Lukman Sardi.

NF: Gimana sih peran Mas Lukman di sini?
LS: Di film 7/24 aku berperan sebagai Tyo, seorang sutradara yang kariernya lagi bagus. Dia punya istri, tapi istrinya itu berasal dari pekerjaan yang sangat berbeda denga dia. Dia sutradara, sementara istrinya banker. Tyo orangnya lebih nyeni dan lebih nyantai, sementara istrinya lebih organized, lebih rapih.


NF: Proses terlibat di film ini gimana, Mas?
LS: Prosesnya sebetulnya lumayan panjang.. Udah lama ngobrolin ide ini bareng-bareng, sampai akhirnya ide ini mau dijadikann film. Awalnya aku sebenernya ga kepikiran mau main di film ini. Filmnya menarik, tapi kan aku juga kerja di MNC Pictures, jadi ya ngga kepikiran lah ya. Lagipula, sudah ada beberapa aktor yang di-approach juga, tapi di saat-saat terakhir, MNC Pictures dan juga temen-temen yang lain lebih sreg kalo aku yang main katanya. Jadilah aku bermain di film ini. Sebenernya seneng juga sih, filmnya menarik, dan ini come back-nya Dian Sastro juga kan. Walau kenal udah lumayan lama, tapi aku dan Dian tuh belum pernah main di satu film bareng. Jadi ya, seru sih.

NF: Denger-denger Dian mau main film ini karena Mas Lukman ya?
LS: Hahaha.. Aku kenal Dian udah cukup lama. Sepupu-sepupunya Dian main sama adik aku, jadi kenal secara personal ya. Waktu itu kepikirannya kok kayaknya cocok kalo Dian yang main ya.. Cuma kan dia udah lama ga main film, dan sempet denger juga katanya Dian ngga mau main film lagi. Cuma aku pikir ya, kenapa ngga dicoba dulu, siapa tau dengan cerita seperti ini dia mau. Ternyata Dian sangat tertarik dengan cerita ini. Karena buat dia, ceritanya ringan, tapi ada sesuatu yang bisa didapetin gitu, sesuatu yang bisa dia eksplor. Dian suka sama karakternya si Tania dan si Tyo. Selain itu, buat dia juga ngga sulit karena syutingnya masih di Jakarta, karena dia kan juga masih punya anak kecil dan kesibukan lainnya. Dian excited sekali bisa ikut syuting film ini. Dan mungkin ya karena kita udah sama-sama kenal itu tadi, makanya jadi bisa lebih gampang ajak ketemuan untuk ngobrol soal ini itu.

NF: Sebetulnya pendekatannya sudah berapa lama, Mas? Karena film ini kan kesannya prosesnya cepat sekali ya, dan sudah mau tayang November pula.. Apa persiapannya memang secepat itu?
LS: Sebetulnya approach-nya sudah cukup lama, bahkan dari sebelum skripnya jadi, kita udah utarain ide ini ke Dian, hingga akhirnya kita develop skripnya. Jadi sebenernya udah ditentuin pemeran utama wanitanya duluan, baru dibikin skrip. Pemeran utama prianya bahkan belum terpilih.

NF: Oh.. Pemain dulu baru skrip.. Menarik ya.. Jadi Mas Lukman baru masuk setelah Dian terpilih?
LS: Iya.. Dulu sih di awal sempet ada omongan soal aku yang main, tapi belum pasti. Sampai di tengah-tengah proses pembuatan skrip, beberapa aktor juga sudah di-approach, tapi sayangnya bentrok ini itu, jadi belum bisa pada main di sini. Tapi ya mungkin ini emang udah rejekinya buat aku kali ya, hehehe. Kalau Dian mah dari awal udah ditentuin.

NF: Nah, untuk karakter Tyo sendiri, Mas Lukman perlu riset ga?
LS: Riset ngga terlalu sih. Untuk karakter sutradara, aku banyak pake referensi dari sutradara-sutradara yang aku kenal, lihat mana yang bisa aku pakai. Tapi aku ngga plek-plekan ambil gaya orang sih, dan pada akhirnya lebih banyak pake style aku juga. Cuma dilihat aja, mungkin ada beberapa adegan yang cocok menggunakan style sutradara ini, maka aku coba pakai.

NF: Beda ngga jadi sutradara betulan dan sutradara yang difilmkan?
LS: Nah, sebetulnya ini yang mau coba aku sampaikan. Biasanya kan kalo ada film tentang sutradara Indonesia, pasti sutradaranya itu penampilannya berantakan, style-nya seniman lah. Tapi aku mau coba mengubah itu. Sutradara ngga semuanya begitu kok. Ada juga yang rapih. Kayak Mas Riri, dia pake tangan panjang. Teddy juga begitu. Aku pingin bikin supaya orang tau kalo pekerjaan sutradara atau seniman itu tidak identik dengan hal-hal yang keluar jalur. Secara pemikiran mungkin iya, tapi secara penampilan belum tentu.

NF: Oh pantes Mas Lukman hari ini rapih banget ya.. Hahaha.. Lalu, omong-omong soal adegan, scene mana yang paling Mas Lukman tunggu-tunggu atau Mas Lukman suka banget sih?
LS: Scene di rumah sakit, waktu dia ribut besar. Scene-scene di rumah sakit itu banyak yang menarik ya, karena butuh intensitas yang sangat besar di sana. Sama sebetulnya adegan ending yang udah selesai syuting kemarin. Hahaha.. Baru hari ke-2 udah syuting ending, kaget juga sih.. Ngumpulin perasaannya ribet juga. Jadinya aku ngobrol-ngobrol sama Dian, bangkitin emosinya untuk adegan ending itu.

NF: Hahaha.. Iya juga ya.. Nah Mas, Mas Lukman kan udah bermain di berbagai genre film nih.. Apakah film dengan genre seperti ini adalah film yang ingin Mas Lukman mainkan?
LS: Ya, buat aku ini adalah film yang udah pingin aku mainkan sejak dulu. Film ini kan lebih ke romantic comedy ya, film yang ringan, tapi bukan asal-asalan. Ceritanya ringan, tapi butuh intensitas di sana, karena fokusnya hanya ke dua orang ini dan 80% lokasi syuting pun ada di dalam ruangan. Konsepnya aku suka banget, sesuatu yang udah aku damba-dambain dari dulu. Karena aku suka banget film yang dari luar mungkin kelihatan sederhana, tapi sebetulnya deep. Sederhana, tapi ada intensitas di situ. Ada kedalaman karakter, ada chemistry yang cukup kuat antara pemainnya. Itulah kenapa aku suka film-film drama romantis, seperti Autumn in New York, Before Sunset.. Karena mereka simpel, tapi punya intensitas.

NF: Tapi di Indonesia jarang ya film seperti itu..
LS: Itu dia.. Selain itu, selama ini kan kalau kita ngomong soal drama percintaan, kita ngomongin soal drama percintaan remaja kan. Untuk yang mature itu jarang sekali, padahal usia-usia itu adalah usia yang settle secara keuangan, yang bisa datang dan nonton di bioskop dengan gampang. Tapi orang-orang ini ngga punya tontonan, terutama untuk film Indonesia. Jadi aku pingin mengubah pandangan itu, sekaligus pingin nge-grab pasar itu, dan kasih lihat bahwa mereka akhirnya punya tontonan yang bagus, yang menarik, yang sesuai umur mereka.

NF: Setuju! Nah, kalau untuk karakter sendiri bagaimana, Mas Lukman kan sudah main berbagai macam karakter, apa masih ada karakter lain yang ingin dimainkan?
LS: Kalo dulu sih ada, tapi sekarang pinginnya setiap bermain itu ada kepuasan dan kenyamanan yang aku dapatkan. Kalo udah suka ya.. jalan. Ngga lagi pingin jadi ini itu. Pinginnya dalam setahun paling banyak main 2 film, tapi yang bener-bener aku pingin, yang bener-bener aku suka.

NF: OK, terakhir nih, Mas.. Mas Lukman kan sekarang sudah jadi sutradara juga ya. Kalau disuruh pilih, Mas Lukman lebih pilih jadi sutradara atau aktor, dan kenapa?
LS: Wah ga bisa milih. Keduanya punya adrenalin yang berbeda. Ketika menjadi aktor, aku suka mengeksplor berbagai macam hal dari sisi karakter. Sementara ketika jadi sutradara, aku harus buat segalanya dari nol. Kepuasannya beda. Tapi biar bagaimanapun, aku ga bisa ngelupain aktor, karena dari situlah aku berasal.


Tunggu 7 Hari 24 Jam di bioskop, 27 November 2014.

Pic credit: Lukman Sardi's Path

Komentar