Wawancara eksklusif: Affandi Abdul Rachman, Produser – 7 Hari 24 Jam


Affandi Abdul Rachman sebelumnya lebih dikenal sebagai sutradara ketimbang produser. Ia pernah menyutradarai film Pencarian Terakhir, Heartbreak.com, Aku atau Dia, The Perfect House, dan Negeri 5 Menara. Ia dikenal sebagai sutradara yang bisa mengenal karakter asli para pemainnya, sehingga pemainnya bisa lebih lepas dan menjiwai peran-peran yang dibawakannya. Kini, ia berganti kursi menjadi produser, dan memproduseri film come back-nya Dian Sastrowardoyo yang berjudul 7 Hari 24 Jam yang diproduksi oleh MNC Pictures.

Bagaimana proses pembuatan 7 Hari 24 Jam, dan apa harapannya untuk film ini? Simak wawancara eksklusif Ngobrolin Film bersama Affandi Abdul Rachman.

NF: Mas Fandi, ceritain dong, seperti apa sih film 7 Hari 24 Jam ini?
AAR: Ceritanya mengenai dua dunia yang akhirnya kolaps di satu ruangan, selama 7 hari 24 jam.

NF: Dunia yang kolaps gimana maksudnya?
AAR: Dua dunia yang berbeda yang dimaksud adalah dunia kreatif dan dunia korporat. Kalo dunia korporat kan semuanya rapih, semuanya tertata, sementara satu lagi dunia kreatif kan free. Jadi ini ceritanya tentang pasangan suami istri yang sama-sama sibuk. Suami career minded, istri career minded, dan dua-duanya excel dalam pekerjaan mereka. Jadi setelah honeymoon, mereka ga pernah ada waktu bareng lagi. Pas suaminya pergi kerja, istrinya pulang, dan sebaliknya. Sampai akhirnya suaminya sakit, kolaps, istrinya jagain. Istrinya yang jagain, kecapean karena masih harus disambi kerja, jaga anak, dan segala macemnya, kolaps juga, jadi ya mereka dipaksa berada dalam satu ruangan itu selama satu minggu. Dan akhirnya hubungan mereka dites banget di situ.

Tapi di sini gue juga pengen ceritain gender issues. Pasangan suami istri, believe it or not, seperti karakter si Lukman yang kalau di set kelihatannya galak gitu, tapi begitu ketemu bininya, diem. Hahahaha.. Sementara bininya, waktu sama bos nurut, tapi di rumah, jangan harap. Hahahaha..

NF: Hahaha.. Proses pembuatannya gimana sih, Mas? Dari awal pembuatan ide cerita, sampai penulisan skrip?
AAR: Sejujurnya, cerita ini tuh berdasarkan kisah nyata, tau..

NF: Wow.. Kisah nyata siapa?
AAR: Kisah nyata bos gue.. Dulu ngobrol-ngobrol dan gue ngerasa ceritanya menarik banget untuk difilmin. Tapi ya, abis itu begitu aja.. Sampe Lukman dateng, kita ngobrol-ngobrol lagi, terus matengin konsepnya.

NF: Wah.. Jadi ceritanya udah fix, tinggal dibikin skripnya aja gitu?
AAR: Yup. Cerita udah fix. Istilah kata, the big ABC-nya udah ada. Tapi in between-nya belum, karakternya belum. Kita ngobrol, dari sinopsis dll, kira-kira siapa yang mainin ya? Dari situ, kita dapet Dian Sastro. Nah, abis itu kita pikirin, lawan mainnya siapa nih? Kita mikir lawan mainnya harus yang lebih dewasa, lebih tua, terpilihlah akhirnya Lukman Sardi. Dan dari situ akhirnya kita gedein, kita liat personality pemainnya, bahkan sampe ke dokter-dokternya. Ini film yang sangat character driven, jadi dari awal kita udah ngobrol bareng-bareng, minta input dari cast and crew, how can you contribute to this character? Jadi nanti ya karakter tokohnya juga ngga jauh-jauh dari  karakter asli para pemainnya. Dan pada waktu kita nulis, kita udah kebayang tuh, nulisnya seperti apa, pendekatan karakternya seperti apa.. Jarang-jarang kan ada dua pemain utama, bahkan sampai supporting bisa punya say di skrip?

NF: Seru ya.. Lalu gimana proses pemilihan penulis dan sutradaranya sendiri?
AAR: Penulis banyak banget, sama jug kayak milih sutradara. Semua melalui proses picthing. Kita ceritain the big ABC-nya, lalu kita liat seberapa jauh mereka bisa kembangin. Sebetulnya banyak yang tertarik, tapi ya bentrok ini itulah. Tapi seperti yang Lukman pernah bilang, kalo lu mau apa juga, kalo jalannya bukan buat dia, ya ga bakal buat dia. Akhirnya jatuhlah penulisan ke Nataya, sutradara ke Fajar Nugros.

NF: Katanya rencana tayang November ya, Mas.. Kok cepet banget?
AAR: Buat apa lama-lama ya? Sebenernya gini, kita sesuai kebutuhan aja. Gue, Lukman, dan MNC sendiri udah sempet ngobrol, kita mau approach ke arah yang berbeda. Bukannya ngeledek ya, tapi ada beberapa film yang besarnya gila-gilaan, budget-nya sampe 10-20M. Bukannya kita ga mau ke arah sana, tapi kita mau approach ke arah yang berbeda aja. A small scale but with a big idea. Ceritanya simpel, deket sama orang, semua pasangan pernah ngalamin, bahkan yang pacaran juga pernah ngalamin. Harapannya sih yang nonton pas kelar bisa ngomong, “Emang aku gitu ya?”

NF: Nah.. Ini kan come back-nya Dian Sastro ya. Pandangan Mas Fandi tentang come back ini gimana?
AAR: Excited banget.. Awalnya kita ngga yakin Dian mau. Tapi ya lagi-lagi, kalo emang karakternya emang buat dia, pasti jadinya ke dia. Dian bahkan bilang “Tania tuh gue. Gue tuh Tania. Creepy deh”. Dian juga cerita, sebetulnya dia pengen banget main film, tapi dia juga picky orangnya, dan kemarin abis nikah fokusnya memang keluarga dulu. Tapi Dian ngerasa film ini bisa jadi “sesuatu” karena ada sesuatu yang berbeda.

NF: Amin! Sebetulnya, target market film ini siapa sih?
AAR: Sebenernya sih semuanya ya. Tapi bukan anak-anak juga lah, ga bakal ngerti juga gitu. Gue, Lukman, dll tuh bikin film buat orang-orang seumuran kita. Sekarang kan film kalo ngga remaja banget, ya tua sekalian. Yang tengah-tengahnya mana?

NF: Terakhir.. Apa sih harapan Mas Fandi dengan film 7 Hari 24 Jam ini?
AAR: Gue ngga muluk-muluk. Dari dulu gue bikin film ya gitu. Gue cuma berharap satu: they watch the movie and have fun.

Ready to have fun bersama 7 Hari 24 Jam? Tunggu tanggal mainnya, 27 November 2014, hanya di bioskop-bioskop kesayangan Anda.



Komentar