Review: Mari Lari (Delon Tio, 2014)


Pertama-tama, maafkan kami atas keterlambatan me-review film ini. Sejujurnya, kami benar-benar lupa bahwasanya kami belum me-review Mari Lari setelah menontonnya. Dan kini, filmnya pun telah turun layar. Hiks.

Fenomena lari mulai menjadi tren sejak setahun terakhir. Event lari di sana sini mulai digelar. Salah satu event lari yang paling menarik perhatian adalah Bromo Marathon yang diadakan September tahun lalu. Trek yang menantang dengan panorama indah Bromo yang memesona tentunya menjadi daya tarik tersendiri, dan tentunya berhasil menarik Delon Tio (biasa berperan sebagai produser) untuk mengangkat kisah seputar lari di Bromo Marathon.

Dikisahkanlah seorang pria muda yang sedih sekali hidupnya, gagal di karir, gagal di pendidikan, gagal pula di asmara. Tapi perlahan-lahan, penonton diajak flashback ke beberapa tahun sebelumnya. Ternyata, Rio (Dimas Aditya), pria malang itu, adalah anak orang kaya. Namun apa daya, karena terlalu dimanja, ia tidak pernah menyelesaikan apa yang telah dimulainya. Mulai dari hobi, kuliah, hingga pekerjaan. Hingga akhirnya, suatu hari Ayahnya (Donny Damara) membuat sebuah keputusan tegas yang membuat Rio akhirnya meninggalkan rumah dan segala kenyamanan yang ditawarkannya.

Secercah harapan mulai muncul ketika Rio bertemu Anisa (Olivia Jensen). Perlahan-lahan, hidupnya mulai tertata. Perlahan-lahan, Rio berubah menjadi lebih baik; karir meningkat pun berjalan beriringan dengan wisuda yang semakin dekat. Namun perubahan terbesar Rio terjadi ketika Ibunya meninggal dunia. Ia kini memiliki tekad untuk menyelesaikan apa yang telah dimulainya, dan hal ini ia mulai dari berlari, sebuah kegiatan rutin yang biasa dilakukan orangtuanya. Ia rajin berlatih dengan tujuan bukan untuk mendekati Anisa yang juga memiliki hobi yang sama, tapi lebih untuk membuktikan pada Ayahnya bahwa ia adalah pria yang pantas menggunakan nomor lari Ibunya dan lari bersama Ayahnya yang sudah kadung membencinya, di Bromo Marathon 2013.

Dengan pengalamannya memproduseri cukup banyak film Indonesia sebelumnya (Simfoni Luar Biasa, Macabre, Claudia/Jasmine), terasa betul Delon Tio sudah tau apa yang diinginkannya dan bagaimana style yang disukainya. Hal ini tampak dari debut penyutradaraannya di Mari Lari ini. Dengan Ninit Yunita di departemen skenario, Delon Tio berhasil menceritakan Mari Lari dengan baik dan lancar.

Hanya saja, beberapa gangguan kecil membuat film ini tidak sempurna. Beberapa kali camera work berpindah-pindah (zooming atau panning) terlalu cepat, ataupun menggunakan point of view yang aneh dan tidak ada tujuannya, membuat penonton pusing. Lalu hal lain yang juga cukup menganggu adalah penjelasan terlalu teknikal soal lari itu sendiri, yang beberapa kali membuat kami bertanya-tanya -- walaupun kami merasa mendapat pengetahuan baru --, apakah ini film drama keluarga atau film dokumenter tentang lari?

Selebihnya, Mari Lari adalah film yang enak untuk ditonton. Transformasi Rio berjalan mulus dan penonton pun bisa ikut merasakan perubahannya, pun chemistry Dimas Aditya dan Olivia Jensen ataupun Donny Damara yang cukup baik; terlihat berjarak tapi tetap dekat. Verdi Solaiman sebagai "sidekick" pun mencuri perhatian dan membuat tertawa di setiap kemunculannya, walaupun perannya bukanlah peran sentral. Pada akhirnya, Mari Lari adalah film keluarga yang hangat, namun sedikit kurang "bersengat".

Komentar