Review: The Raid 2 - Berandal (Gareth Evans, 2014)


The Raid 2: Berandal adalah salah satu film Indonesia di tahun 2014 ini yang sangat kami tunggu-tunggu kehadirannya. Bagaimana tidak, prestasi The Raid: Redemption sangat luar biasa membanggakannya di tahun 2011 kemarin; masuk ke berbagai festival film dunia, dibeli hak distribusinya oleh Sony Pictures Worldwide Acquisition, tayang di berbagai negara, akan di-remake oleh Hollywood (!), pujian-pujian yang super positif dari berbagai kritikus, dan jangan lupakan perannya dalam melambungkan nama Joe Taslim ke dunia perfilman dunia, dan membuatnya mendapatkan peran yang cukup penting di seri Fast & Furious. Tak heran, The Raid 2: Berandal pun jadi salah satu film yang paling ditunggu-tunggu pecinta film action di seluruh dunia, bukan cuma di Indonesia.

Dengan animo dan excitement yang luar biasa, bahkan sebelum filmnya benar-benar dirilis untuk umum, mungkin ada beberapa pihak yang memiliki pemikiran, "How can The Raid 2 top The Raid?" karena The Raid saja sudah sebegitu mencengangkannya. Betul? But hey guys, this is Gareth Evans we're talking about! Cintanya pada film laga dan keseriusannya dalam menggarap film-filmnya membuatnya tahu betul apa yang harus ia lakukan untuk menjadikan The Raid 2: Berandal bahkan jauh lebih besar dari pendahulunya.

Terbukti, The Raid 2: Berandal mengalami kemajuan yang sangat pesat dari berbagai aspek, mulai dari segi cerita, skrip, directing, dan yang paling utama adalah: action scenes-nya yang menjadi andalan itu.

Dengan cerita yang tidak sesederhana The Raid: Redemption ataupun film-film aksi pada umumnya, The Raid: Berandal menaikkan kelasnya sedikit lagi. Keahlian Gareth Evans dalam mengarahkan adegan laga dalam ruang sempit pun semakin menunjukkan bahwa he's the man for it. Dan adegan laganya sendiri...  Ya Tuhan.. Gareth Evans dengan pintarnya mengatur pace adegan laganya, mulai dari lambat di awal (dan mungkin agak terlalu lambat untuk beberapa orang, termasuk kami), agak cepat, semakin cepat, dan super cepat hingga Anda harus menahan nafas, menutup wajah, dan menghelakan nafas dengan leganya setelah adegan laga yang super intens itu berakhir. Bukan hanya adegan tarung hand to hand, tapi juga adegan aksinya yang melibatkan ledakan, tabrakan, tembak menembak, dan lainnya.

Dari departemen akting, dengan bertaburnya nama-nama bintang, mulai dari Julie Estelle, Oka Antara, Alex Abbad, Tio Pakusadewo, Roy Marten, hingga Cok Simbara, Arifin Putra lah yang menunjukkan bahwa ia layak, bukan hanya menjadi penerus bisnis keluarganya (refer to the storyline, red.), tapi ia juga layak untuk menjadi salah satu aktor Indonesia yang diperhitungkan di industri ini. The next (and better) Joe Taslim, perhaps?


Beberapa pemain lainnya yang muncul sepintas juga memberikan penampilan terbaiknya. Kazuki Kitamura yang juga bermain dengan sangat menakjubkan dalam KILLERS, meyakinkan kami bahwa ia bukanlah seorang psikopat seperti perannya di KILLERS (karena di sana ia betul-betul meyakinkan sebagai psikopat!), tapi karena ia betul-betul bisa berakting dan menghidupi perannya. Epy Kusnandar -- yang juga tampil di KILLERS -- sangat total dalam setiap penampilannya (walaupun itu hanya penampilan kecil) membuat kami salut sekaligus bersedih karena ia harus "dihajar" oleh Iko Uwais. Dan yang paling mencuri perhatian kami adalah Cecep Arif Rahman, "lawan terakhir" Iko Uwais dalam sebuah pertarungan yang sangat epik dan membuat nafas kami harus terhenti beberapa menit karena pertarungannya yang sangat intens itu. Cecep yang ternyata bukan hanya seorang pesilat tangguh, tapi juga merupakan seorang guru sekolah dasar, membuat kami kagum dengan tatapan matanya yang bengis dan kemampuan silatnya yang.. WOW! Ia tidak perlu bicara melalui mulut, karena matanya yang bisa berbicara itu sudah lebih dari cukup.

Akhir kata, biarkanlah kami berkata seperti ini: If you want to make an action movie, do it like The Raid did! Full action, full throttle, no need for sound and special effects because the natural and real ones are the best!

The Raid team, KUDOS! We need a second viewing for sure, because once is not enough!

Komentar