Dua tahun terakhir, nama Jose Purnomo identik dengan film horror yang
cantik secara visual, tidak bombastis dari segi sound effect (tidak seperti
kebanyakkan film horror yang “memberi tanda” kemunculan hantu dengan suara
super besar yang membuat telinga pekak), dan juga tidak narsis dalam hal
kemunculan hantunya. Namun di film terbarunya, Oo Nina Bobo, semua hal itu
sirna. Jose Purnomo di Oo Nina Bobo tidak jauh berbeda dengan pembuat film-film
horror Indonesia kebanyakkan: walau visualnya masih cantik, tapi Oo Nina Bobo
menggunakan metode yang sama soal suara dan juga kemunculan hantu.
Kami sedih. Sedih sekali. Karena tiga hal itu adalah alasan mengapa
kami jadi menanti-nantikan film horror arahan Jose Purnomo berikutnya, termasuk
Oo Nina Bobo ini. Tapi ketika dua dari tiga hal tersebut diambil, maka.. Apalah
yang tersisa? Toh kalau visual cantik, Nayato Fio Nuala ataupun Rizal Mantovani
juga bisa memberikannya?
Dari segi cerita pun, Oo Nina Bobo memiliki background story yang
kurang kuat – dan itu sudah terlihat sejak awal film dimulai. The “why” factor
went missing, all the way from the very beginning to the very end. Alasan mengapa
Karina tertarik menjadikan Ryan sebagai objek penelitiannya, alasan mengapa
para penguji yang awalnya ragu jadi bisa menyetujui proposalnya, alasan mengapa
bentuk “hantu teman main Ryan waktu masih kecil” berwujud dan berperilaku
seperti Dementor di film Harry Potter (ia bahkan menyedot nafas kehidupan
juga!), mengapa lagu “Oo Nina Bobo” menjadi lagu “pemanggil” Dementor tersebut,
dan yang paling penting adalah: mengapa ayah, ibu, dan adik dari Ryan – yang adalah
keluarga Ryan – juga ikut menghantui Ryan di rumah tersebut? Bukankah mereka
keluarga? Lalu.. Mengapa pada akhirnya Karina jadi gila juga? Bukankah dia
masih sadar waktu hantu Dementor itu mendekatinya, dan bahkan ia ditolong oleh
Ryan dan diberikan cara mengatasinya?
Semua ketidakjelasan itu tidak dijawab dalam cerita, dan bahkan
diperparah dengan buruknya akting para pemainnya. Revalina S. Temat tidak
berakting seperti biasanya – padahal sebetulnya ia bisa berakting dengan cukup
baik –, Daniel Topan yang ditampilkan dengan tujuan menghibur tidak lucu sama
sekali, dan chemistry antara Karina dan Ryan pun tidak membantu cerita ini jadi
lebih hidup.
Singkat cerita, setelah begitu menyukai 308 arahan Jose Purnomo
sebelumnya (dan juga Rumah Kentang yang dibilang orang bagus), kami kecewa
dengan apa yang diberikan Jose Purnomo dengan Oo Nina Bobo nya kali ini.
Komentar
Posting Komentar