Review: Oo Nina Bobo (Jose Purnomo, 2014)


[SPOILER ALERT]

Dua tahun terakhir, nama Jose Purnomo identik dengan film horror yang cantik secara visual, tidak bombastis dari segi sound effect (tidak seperti kebanyakkan film horror yang “memberi tanda” kemunculan hantu dengan suara super besar yang membuat telinga pekak), dan juga tidak narsis dalam hal kemunculan hantunya. Namun di film terbarunya, Oo Nina Bobo, semua hal itu sirna. Jose Purnomo di Oo Nina Bobo tidak jauh berbeda dengan pembuat film-film horror Indonesia kebanyakkan: walau visualnya masih cantik, tapi Oo Nina Bobo menggunakan metode yang sama soal suara dan juga kemunculan hantu.

Kami sedih. Sedih sekali. Karena tiga hal itu adalah alasan mengapa kami jadi menanti-nantikan film horror arahan Jose Purnomo berikutnya, termasuk Oo Nina Bobo ini. Tapi ketika dua dari tiga hal tersebut diambil, maka.. Apalah yang tersisa? Toh kalau visual cantik, Nayato Fio Nuala ataupun Rizal Mantovani juga bisa memberikannya?

Dari segi cerita pun, Oo Nina Bobo memiliki background story yang kurang kuat – dan itu sudah terlihat sejak awal film dimulai. The “why” factor went missing, all the way from the very beginning to the very end. Alasan mengapa Karina tertarik menjadikan Ryan sebagai objek penelitiannya, alasan mengapa para penguji yang awalnya ragu jadi bisa menyetujui proposalnya, alasan mengapa bentuk “hantu teman main Ryan waktu masih kecil” berwujud dan berperilaku seperti Dementor di film Harry Potter (ia bahkan menyedot nafas kehidupan juga!), mengapa lagu “Oo Nina Bobo” menjadi lagu “pemanggil” Dementor tersebut, dan yang paling penting adalah: mengapa ayah, ibu, dan adik dari Ryan – yang adalah keluarga Ryan – juga ikut menghantui Ryan di rumah tersebut? Bukankah mereka keluarga? Lalu.. Mengapa pada akhirnya Karina jadi gila juga? Bukankah dia masih sadar waktu hantu Dementor itu mendekatinya, dan bahkan ia ditolong oleh Ryan dan diberikan cara mengatasinya?

Semua ketidakjelasan itu tidak dijawab dalam cerita, dan bahkan diperparah dengan buruknya akting para pemainnya. Revalina S. Temat tidak berakting seperti biasanya – padahal sebetulnya ia bisa berakting dengan cukup baik –, Daniel Topan yang ditampilkan dengan tujuan menghibur tidak lucu sama sekali, dan chemistry antara Karina dan Ryan pun tidak membantu cerita ini jadi lebih hidup.

Singkat cerita, setelah begitu menyukai 308 arahan Jose Purnomo sebelumnya (dan juga Rumah Kentang yang dibilang orang bagus), kami kecewa dengan apa yang diberikan Jose Purnomo dengan Oo Nina Bobo nya kali ini.

Komentar