Review: Me & You vs the World (Fajar Nugros, 2014)


Fajar Nugros bukanlah sutradara favorit kami, suka pun tidak. Bahkan menurut kami, Fajar Nugros sebaiknya tidak usah lah menjadi sutradara. Tapi terkait dengan film terbarunya ini, Me & You vs the World, kami malah menyarankan Anda untuk menontonnya. Dan untuk itu, Fajar Nugros harus berterima kasih kepada Rio Dewanto, Andhika Triyadi, dan Endik Koeswoyo.

Begini... Me & You vs the World bukanlah film dengan cerita yang luar biasa. Justru kebalikannya, Me & You vs the World adalah film klise, seklise-klisenya klise. Me & You vs the World adalah film dengan jalan cerita dan ending yang semua orang pasti bisa menebaknya: dua orang jatuh cinta, ada sedikit halangan, tapi pada akhirnya mereka akan bersatu juga. Dan di film-film seperti inilah justru sutradara harus bekerja lebih keras, karena mereka harus membuat penonton terbawa ke dalam cerita, dan mengikuti proses perkembangan karakter-karakter dan kisahnya.

Namun sayangnya, kami masih kurang yakin bahwa apa yang membuat kami menyarankan Anda untuk menonton Me & You vs the World adalah karena kerja keras sutradaranya. Karena dari apa yang kami saksikan, elemen-elemen pendukung lainnya di film ini tampil begitu menonjol dan membuat kami yakin, bahwa ketika elemen itu hilang atau diganti, maka Me & You vs the World tidak akan tampil semenarik ini. Elemen-elemen itu adalah: Rio Dewanto (aktor utama), Andhika Triyadi (pengisi musik), dan Endik Koeswoyo (penulis skenario). Kenapa?


Rio Dewanto adalah aktor berbakat. Bisa dibilang, ia tidak membutuhkan pengarahan lagi untuk film-film komedi romantis seperti ini, karena ini sudah menjadi lahan bermainnya sejak zaman FTV dulu (dan kami sangat senang melihat penampilannya yang lepas seperti dulu lagi). Rio Dewanto sudah tahu apa yang dibutuhkan dan bagaimana seharusnya karakternya tampil. Rio Dewanto sudah tahu bagaimana cara menghidupi karakternya dan memberikan takaran yang pas untuk setiap emosi yang dikeluarkannya. Kami bahkan merasakan bahwa Rio Dewanto ikut membantu menghidupkan karakter Sera (Dhea Seto), yang tergolong masih sangat newbie di industri ini. Singkat kata, Rio Dewanto adalah sosok yang tepat untuk memerankan tokoh Jere, dan jika Jere dimainkan oleh aktor lain, maka kami cukup yakin hasilnya tidak akan sama seperti yang ada sekarang.

Lalu Andhika Triyadi, pengisi musik score yang sedang naik daun belakangan. Jujur, kami bukanlah pemerhati music scoring, tapi music scoring di film Me & You vs the World sangatlah menonjol. Musik ciptaan Andhika Triyadi betul-betul terasa menghidupkan cerita di setiap adegan yang ada musiknya, karena begitu ada adegan yang tak ada musik, film ini jadi flat tanpa rasa. Bisa dibilang, banyak adegan di film ini yang tertolong oleh musik dari Andhika Triyadi.

Sementara departemen penulisan skenario yang ditangani oleh Endik Koeswoyo menarik perhatian kami karena pemilihan dialog-dialognya yang tidak klise, walaupun adegannya adalah adegan yang klise. Salah satu dialog favorit kami adalah adegan ketika Sera terpaksa harus "putus" dengan Jere karena keluarganya tidak mengizinkannya. Jika biasanya bagian ini diisi oleh adegan dengan tingkat emosi tinggi, Endik Koeswoyo memilih pendekatan sebaliknya. Selain itu, lelucon-lelucon yang dilemparkan dalam film ini pun tergolong fresh dan berhasil membuat penonton tertawa. 

Namun demikian, ada pula yang ganjil dari segi cerita. Entah Endik lupa atau Fajar Nugros gagal mengeksekusinya dengan baik, tapi kami merasa bahwa bagian yang paling krusial, yaitu ketika benih-benih cinta mulai tumbuh di antara Jere dan Sera, justru malah kurang ditonjolkan. Penonton tidak berhasil diajak merasakan proses berdebar-debar itu. Penonton hanya diperlihatkan proses setelahnya, yaitu ketika mereka mulai sering menghabiskan waktu bersama, yang artinya mereka mulai dekat. Tapi penyebab kenapa mereka mulai dekat itu malah tidak diketahui. Kami tidak berhasil diyakinkan bahwa Jere dan Sera saling mencintai dari hati, karena cinta mereka terlihat hanya ketika mereka melakukan aktivitas bersama saja. Bahkan, titik balik film ini, yaitu saat mereka harus dipisahkan, rasanya tidak menjadi masalah besar karena emosinya tidak benar-benar nampak.

Sebagai kesimpulan, Me & You vs the World bukanlah film komedi-romantis terbaik, tapi jelas ini adalah film terbaik Fajar Nugros sejauh ini. Dan kami akan rela menonton film ini berulang kali, hanya untuk melihat aksi Rio Dewanto saja.

Komentar

  1. Terimakasih review dan komentarnya, semoga di film berikutnya saya bisa menulis lebih baik lagi... Amin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin.. Terima kasih juga sudah menyempatkan mampir dan membaca review saya, Mas Endik :)

      Hapus
  2. Aloha! Terimakasih ya buat reviewnya! Saya taruh di blog saya boleh?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Silahkan.. :) Terima kasih juga sudah mampir dan membaca reviewnya :)

      Hapus
  3. Nanti film saya di review juga ya mbak

    BalasHapus

Posting Komentar