REVIEW: Cinta di Saku Celana


REVIEW
Walaupun namanya jarang terdengar, Fajar Nugros bukanlah nama baru di industri perfilman kita. Tiga tahun lalu, ia telah menelurkan lebah pertamanya lewat Queen Bee, dan di tahun 2011 pun ia berperan sebagai penulis kisah Tendangan Dari Langit yang keren itu. Tahun ini, ia kembali berkarya: menjadi penulis sekaligus sutradara, lewat Cinta di Saku Celana.

Dari film kedua yang disutradarainya ini, maaf, jujur saya merasa bahwa Fajar Nugros akan jauh lebih baik menjadi penulis saja ketimbang menjadi sutradara. Saya memang belum membaca cerpen yang mendasari film ini, tapi saya cukup sering membaca tulisan Nugros, dan merasa tulisannya bagus. Tapi tidak dengan ketika ia menjadi sutradara.

Seolah-olah, film ini belum memiliki jiwanya. Cinta di Saku Celana jadi nampak seperti tulisan yang dituangkan dalam gambar: nyaman untuk dibaca, tapi kurang begitu mengasyikkan untuk dilihat. Emosinya tidak dikeluarkan dengan maksimal, padahal, Cinta di Saku Celana memiliki banyak sekali amunisi bagus yang mengisi jarjaran cast-nya, mulai dari Joanna Alexandra, Donny Alamsyah, Ramon Y Tungka, Lukman Sardi, hingga Luna Maya, Imey Liem, Gading Marten, dan Dion Wiyoko. Karena film yang terlalu "tulisan" ini lah, alhasil deretan bintang ini tak mampu bersinar sebagaimana mestinya. Berbagai metafora yang digunakan tidak bisa disampaikan secara sinematis. Akan tetapi saya yakin, jika kita membaca tulisannya, maka segala emosi yang ingin ditunjukkan akan bisa diterima dan dirasakan dengan baik oleh para pembaca. Karena ceritanya bagus, tapi filmnya tidak. Ceritanya loveable, tapi eksekusinya tidak.

Komentar

Posting Komentar