[REVIEW] Sang Penari



Thoughts after watching...
Film yg dibuat berdasarkan novel populer Ahmad Tohari yg berjudul Ronggeng Dukuh Paruk ini mendapat sambutan sangat amat positif dari berbagai kalangan, baik yang mengerti film maupun tidak. Banyak yang bilang kalau film ini sangat baik dalam segi penuturan cerita, akting, maupun gambar yang indah. Tentunya dengan mendengarkan ratusan komentar positif seperti itu, kita yang belom nonton jadi penasaran dong ya? Sama, gue juga.

Sampai akhirnya gue berkesempatan nonton.
Adegan awal bikin gue tersenyum kemudian menitikkan air mata saking ngenes dan menyentuhnya adegan tsb (adegannya apa, tonton aja sendiri, aye ga mau spoiler, Bang!). Film terus berjalan, saya menyukainya, dan saya sangat setuju dengan kata-kata yang bilang bahwa gambarnya indah. Akting Prisia Nasution sebagai Srintil dan Oka Antara sebagai Rasus pun harus diacungi jempol. Bukan mereka saja, tapi sebenarnya semua pemeran dalam film ini, Tio Pakusadewo, Slamet Rahardjo, Lukman Sardi, Rifnu Wikana, dll, semuanya menampilkan akting prima. Ceritanya pun dituturkan dengan indah dan bersahaja.

Sampai mulai memasuki bagian sejarah. Di situ gue mulai agak kebingungan dalam mengikuti jalan ceritanya, seakan-akan ada secuil bagian yg terpotong yg membuat gua jadi agak skip waktu nonton itu, dan mengakibatkan gua jadi mempertanyakan keseluruhan isi cerita. Atau mungkin otak gw aja kali ya yg ga sampe sama sejarah G30S :))

Overall, Sang Penari adalah salah satu film terbaik Indonesia di tahun ini – andai aja gw ngerti dari awal sampe akhir, haha.. Tapi gue sangat mengapresiasi karya Ifa Isfansyah dan Salman Aristo yg berusaha memperkenalkan sastra Indonesia lama yg mungkin sebelumnya tak pernah dilirik oleh anak muda generasi sekarang. Bravo!

Komentar