[REVIEW] BATAS



REVIEW
Sudah lama tak melihat Marcella Zalianty tampil di layar lebar sejak kasusnya dengan Ananda Mikola beberapa waktu silam, yang bahkan menyebabkan filmnya, Lastri (2009), gagal tayang. Berangkat dari sana, Marcella, melalui rumah produksi miliknya yang juga memproduksi Lastri, Keana Production, membuat sebuah film tentang "batas".

Plotnya sendiri sebenarnya cukup simpel, tapi sayangnya justru malah sengaja dibuat kompleks dengan memasukkan masalah-masalah yang pada akhirnya tidak mendapat penjelasan yang cukup, sehingga seolah-olah masalah-masalah tersebut hanyalah sempilan belaka untuk memperpanjang durasi. Jaleswari yang tengah hamil ditinggal mati suaminya kemudian mendapatkan masalah kedua di kantornya, di mana ia ditugaskan ke pedalaman Kalimantan untuk mengurusi soal CSR pendidikan perusahaan tersebut di sana. Belum cukup penderitaannya, di sana ia masih menemui masalah dengan penduduk setempat yang haus kekuasaan (Otig) dan membenci pendatang seperti Jaleswari dan seorang wanita naas lainnya, Ubuh (Ardina Rasti). Lantas, ia terlibat lebih dalam dengan kondisi daerah sekitar; berusaha menelusuri penyebab depresinya Ubuh -- yang menjadikannya semakin dibenci Otig. Dan sisipan-sisipan masalah lainnya masih terus berlanjut....

Well, mungkin banyak orang yang tak suka dengan film Batas. Tapi saya bukan satu dari orang itu. Saya adalah satu dari sedikit orang yang masih menyukai film come back karya sutradara AADC ini.

Terlepas dari ceritanya yang terlalu banyak konflik, pun penggunaan kata "batas" dengan beragam intepretasi yang berlebihan menjelang akhir film, tapi jika melihat "Batas" secara utuh, saya suka sama film ini. Gambar dan warna yang dihasilkan sangat indah memanjakan mata, scoring-nya pun menambah kesan pada film ini, akting pemainnya yang maksimal, dan yang terpenting, perasaan yang ditimbulkan setelah menonton film ini. Menurut saya, itu semua sangat cukup untuk menutupi flaws yang ada pada film ini.



"Batas" adalah sebuah kata yang memiliki banyak arti, tergantung bagaimana anda ingin mengartikannya.

Sebuah "batas" pemisah negara?
Sebuah "batas" atau tembok untuk diri Anda sendiri?
"Batas" untuk melangkah maju?

Atau lainnya?

Tapi satu yang pasti, "Batas"an tersebut janganlah membuat Anda mundur, tapi justru membangkitkan semangat Anda untuk terus maju.



Salam! *lho* :p

Komentar