[Review] Sang Pencerah


Review
Hmm... Jujur saja.. Gue agak kesulitan untuk membuat review lengkap film ini.. Nggak tahu mau mulai dari mana.. Dan bingung apakah gue harus menganggap yang kemarin ini gue tonton adalah benar-benar menonton, karena terus terang aja, kondisi sewaktu menonton Jumat minggu lalu itu sangatlah tidak kondusif. Bioskop penuh, dan samping kanan gue terus mengobrol sepanjang film, dan atas gue selalu bersendawa.. Akibatnya, otak gue ga sepenuhnya bisa konsentrasi ke film ini.. Oke.. Cukup waktu curcolnya, sekarang gue akan mencoba sebaik mungkin menggambarkan apa yang gue tonton kemarin..

Sang Pencerah.

Sewaktu pertama tahu bahwa Ahmad Dahlan akan difilmkan, gue sangat tertarik untuk melihat seperti apa hasil akhir film ini, apalagi sutradaranya Hanung Bramantyo - yang rata-rata filmnya cukup gue suka. Setelah melihat beberapa photo stills dari film ini, gue berikhtiar akan menonton film ini, karena sangat kagum dengan warna nya yang cantik sekali..

Akhirnya, tibalah beberapa hari sebelum hari H-nya. Banyak teman-teman di twitter yang sudah menontonnya terlebih dahulu, dan semuanya memberikan respon positif yang mengebu-gebu. Bahkan tampaknya gue tidak menemukan satupun pendapat negatif mengenai film ini. Semakin semangat ingin nonton dong.. Tapi begitu hari-H nya, gue kebingungan memilih film mana yang akan ditonton terlebih dahulu, karena film Indonesia muncul empat biji secara bersamaan di hari yang sama, dan gue ingin nonton semuanya.. Tapi sayang, rupanya pada saat itu gue lebih pingin dangdutan dulu.. Dan karena satu dan lain hal, akhirnya gue baru berkesempatan nonton kira-kira 9 hari setelah film ini rilis ke pasar.

Walaupun pas opening scene gw sempat berpikir, "wah.. ini bakal jadi film bagus.." tapi rupanya pendapat gue berubah seiring berjalannya waktu.. Masuk ke bioskop dengan ekspektasi serendah mungkin, atau bisa disebut tanpa ekspektasi, tapi rupanya hal itu masih belum berhasil untuk gue menemukan apa yang disebut-sebut teman-teman di twitter sebagai "salah satu film terbaik tahun ini" -- sorry to say.  Pace nya terlalu cepat di awal sampai ke tengah (tidak berjalan sejajar dengan jarum jam yang bergerak sangat lambat), dan baru mulai berjalan normal dari tengah ke belakang. Atau bisa dikatakan, Sang Pencerah baru benar-benar bisa mencerahkan ketika ia mulai bergabung dengan Budi Utomo.

Walau sejatinya gue adalah fans berat Lukman Sardi, tapi tahun ini gue agak skeptis sama dia karena terlalu banyak main film, dan bagian terburuknya adalah: ia tampaknya tidak bisa tampil maksimal di setiap film yang ia mainkan tahun ini -- kecuali film ini. Lukman Sardi, di luar perkiraan, kembali ke jalan yang benar dan berhasil tampil meyakinkan untuk memerankan sosok Ahmad Dahlan dengan sangat natural dan dengan cengkok suara yang berbeda dari biasanya, dan gue kagum akan itu. Pemeran lain kurang mendapat porsi yang cukup besar, tapi debut akting Giring Nidji dan akting Ihsan Tarore di film keduanya ini cukup baik dan cukup berhasil menonjol di antara yang lainnya.

Namun, yang patut mendapatkan standing ovation adalah tim kamera yang telah menghasilkan gambar-gambar yang sangat indah, dengan warna yang sangat indah pula. Hal itu dipercantik dengan arti directing yang sangat detail (yah, kecuali adegan di Mekkah ya) dan kostum yang tidak dibuat ala kadarnya.

Tapi yah.. Segitu aja.. Film ini bisa memanjakan mata, tapi tidak bisa menyenangkan hati.. Gue suka, tapi belum bisa jadi favorit -- seperti kebanyakkan film Hanung yang lain.. Entah apa yang salah, gue masih harus mencari tahu.. Mungkin akan menontonnya sekali lagi kalau bisa :)

Komentar

  1. sebenernya banyak yang salah, utamanya dari dialog yang aneh, setting yg 'maksa' dan tentu saja Zaskia yang jauh dari kesan Jawa. Itu aja masih beberapa :)

    BalasHapus
  2. Salah dua alesan yang bikin gua males nonton film ini.
    1. Lukman Sardi (Yaaaah, dia lagi-dia lagi.)
    2. Palingan tahun depan atau 8 bulan kedepan udah ada di tipi.

    BalasHapus
  3. Menurut gua sih music scorenya ok banget.

    BalasHapus

Posting Komentar